BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hewan yang tidak bertulang belakang atau Invertebrata terdiri atas beberapa
jenis dan golongan. Jika ada yang memiliki rangka, maka rangka itu berbeda
dengan rangka biasa yang kita kenal. Umumnya rangka Invertebrata tersebut ada
di luar menyelubungi tubuhnya.
Hewan-hewan yang tidak bertulang
belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana
dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang. Misalnya untuk peredaran
darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang belakang telah
sempurna dengan jantung yang memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang mempunyai
tugas masing-masing.
Jika ada hewan yang tidak bertulang belakang memiliki peredaran darah tertutup,
peredaran darah itu tidak sesempurna peredaran darah katak dan ikan atau hewan
bertulang belakang lainnya. Selain peredaran darahnya, sistem pernafasan,
pencernaan, dan pengeluarannya pun lebih sederhana. Hal ini berkaitan dengan
struktur tubuh Vertebrata yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur
tubuh Invertebrata.
Pada makalah ini kami akan menyajikan
satu dari filum yang ada pada hewan tidak bertulang belakang atau Invertebrata.
Filum yang akan dibahas ini adalah filum Platyhelminthes, dimana kita akan
membahas mulai dari karakteristik umum dari Platyhelminthes hingga peran
Platyhelminthes dalam kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari
Filum Platyhelminthes?
2. Bagaimana klasifikasi filum
Platyhelminthes?
3. Bagaimana peranan Platyhelminthes
bagi kehidupan manusia?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2.
Untuk mengetahui klasifikasi filum Platyhelminthes?
3.
Untuk mengetahui peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?
\]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Platyhelminthes
berasal dari kata platy yang artinya pipih dan helmins yang artinya cacing atau
cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah lebih maju
dibandingkan Porifera dan Coelenterata. Hal ini dapat dilihat dengan
tanda-tanda berikut: tubuh bilateral simetris, arah tubuh sudah jelas yaitu
arah anterior-posterior dan arah dorsal-ventral. Tubuh Platyhelminthes memiliki
tiga lapisan sel (triploblastik) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi
kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot-otot dan beberapa organ tubuh
dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan. Tetapi,
kelompok hewan ini masih tetap tergolong tingkat rendah, mengingat tubuh tidak
mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan
belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan,
alat kelaminnya masih belum terpisah (hermaphrodit).
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing
pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh
(acoelomata). Biasanya hidup di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula
yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai
lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat
pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan.
Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh
Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang
terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang
ke arah anterior dan 2 cabang lagi bagian samping tubuh. Percabangan ini
berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan.
Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan
yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
Filum Platyhelminthes terdiri dari
sekitar 13.000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit
dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas
Turbellaria. Cacing kait adalah parasit eksternal atau internal dari kelas
Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda.
B. Kelas Turbellaria
Hampir semua anggota
Turbellaria hidup secara bebas, hanya ada beberapa saja yang hidup secara
ektokomensalis atau secara parasitis. Tubuh cacing Turbellaria tidak terbagi
atas segmen-segmen, bagian luarnya ditutupi oleh epidermis yang berinsitium
sebagian daripadanya dilengkapi dengan sel-sel yang menghasilkan zat mucosa.
Contoh: Planaria sp
Cacing
ini dipakai sebagai contoh karena pada umumnya mewakili anggota kelas
Turbellaria.
1.
Habitat
Hidup bebas di perairan air tawar yang jernih dan tidak mengalir, biasanya
berlindung di tempat-tempat yang teduh.
2. Struktur Tubuh
Tubuh pipih dorsoventral, bagian kepala
berbentuk segitiga dengan tonjolan yang menyerupai telinga, yang biasa disebut
aurikel, bagian ekor meruncing. Panjang tubuh sekitar 5-25mm, bagian tubuh sebelah
dorsal warnanya lebih gelap daripada warna tubuh sebelah ventral. Di
tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata (berfungsi untuk
membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke
arah ekor terdapat lubang mulut. Lubang mulut berhubungan dengan
kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular dan
longitudinal. Kerongkongan dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur,
kerongkongan tersebut mirip belalai. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian
ventral terdapat “zona adesif” yang menghasilkan lendir liat yang berfungsi
untuk melekatkan diri ke permukaan yang ditempelinya. Di permukaan ventral
ditutupi oleh rambut-rambut getar halus.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya tersusun atas 4 lapisan jaringan, yaitu
secara berturut-turut dari luar ke dalam sebagai berikut: (1) lapisan
epidermis, (2) lapisan kelenjar sub-epidermis, (3) lapisan otot (musculus), (4)
lapisan mesenchym (parenchyma).
1.
Sistem Pencernaan Makanan
Saluran pencernaan terdiri atas mulut, faring, esofagus, dan usus halus
(intestin). Lubang mulut dilanjutkan oleh kantung yang berbentuk silindris
memanjang dan disebut rongga mulut (rongga faringeal). Esophagus merupakan
persambungan dari faring yang langsung bermuara ke dalam usus. Usus bercabang
tiga, satu menuju ke anterior, sedangkan yang kedua lagi secara
berjajar sebelah menyebelah menuju ke arah posterior. Masing-masing
cabang bercabang lagi ke arah lateral. Percabangan ke arah lateral disebut
“devertikulata”. Planaria sebagian besar bersifat karnivora. Planaria memiliki
kemoreseptor (terletak di kiri-kanan bagian anterior), sehingga memungkinkan
cacing ini bereaksi terhadap zat makanannya yang berupa rangsangan zat
protein. Jika mangsa telah disentuh, ujung anterior membelok dengan cepat ke
arah mangsanya dan kemudian melingkarinya. Dengan lendir yang diekskresikan
oleh kelenjar mukosa dan “rhabdibes” mangsa dapat diikat erat. Kemudian faring
ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan segera ditarik kembali ke dalam
rongga mulut.
Makanan dicerna secara ekstrasel, kemudian sel-sel tertentu pada epitel usus
dapat membentuk pseudopodia dan mencerna mangsanya di dalam vakuola makanan (
pencernaan intrasel). Sari-sari makanan diabsorpsi dan secara difusi masuk ke
seluruh jaringan tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dicerna dikeluarkan
kembali ke usus. Bilamana persediaan makanan telah habis, ia akan memakan
tubuhnya sendiri. Pertama ia akan mengorbankan organ reprodukstif, kemudian
sel-sel parenkim, otot, dan seterusnya. Sehingga tubuhnya berukuran kecil.
Ketika ia mendapatkan makanan, ia melakukan regenerasi pada masing-masing sel
yang rusak.
2. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri dari dua saluran
longitudinal yang berbentuk seperti jala dan bercabang ke seluruh bagian tubuh
dan berakhir di sel api (protonephridia). Sel api adalah sel berbentuk
gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung
itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis..sel
api berlubang dan mengandung silia yang berfungsi untuk mendorong air dan
sisa metabolisme masuk ke dalam saluran ekskresi. Pada masing-masing sisi tubuh
Biasanya terdapat 1-4 buah pembuluh pengumpul yang membentang longitudinal. Di
bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi longitudinal tersebut mengadakan
pertemuan, dihubungkan oleh pembuluh transversal sedikit agak di depan bintik
mata. Di bagian posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih terpisah. Di
bagian permukaan dorsal daripada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi tersebut
bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor. Pada permukaan dorsal
saluran induk mempunyai lubang ekskresi. Pengeluaran sisa metabolism
berlangsung selain melalui saluran ekskresi juga melalui lapisan gastrodermis.
Belum mempunyai organ respirasi sehingga pertukaran gas berlangsung secara
difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
3.
Sistem Syaraf
Susunan syaraf Planaria bila dibandingkan dengan susunan syaraf Coelenterata
sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini sudah ditemukan sejumlah ganglion
yang berfungsi sebagai pusat susunan syaraf. Terdiri dari ganglion serebral,
terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak. Dari ganglion serebral
ini keluarlah cabang-cabang urat syaraf secara radier menuju ke arah lateral,
anterior dan posterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang
lateral menuju ke alat indra kemoreseptor sedangkan cabang posterior terdiri
dari satu pasang (kanan dan kiri) yang saling bersejajar yang membentang di
bagian ventral tubuh yang disebut tali syaraf.
4.
Alat Indera
Alat indera berupa bintik mata dan indera aurikel yang keduanya terletak di
bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal
dari kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang
tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris
yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata tersebut sekedar dapat membedakan
gelap dan terang saja.
Planaria bersifat photonegatif. Dari kenyataan bahwa bila Planaria dikenai
cahaya pada salah satu sisinya, maka cacing tersebut akan bergerak menjauhi
cahaya. Aurikel merupakan indera rasa, bau dan sentuhan. Jika aurikel tidak
berfungsi, maka hewan tersebut tidak dapat mengetahui jenis makanan
kesukaannya.
5.
Sistem Reproduksi
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan tersebut terdapat
alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Adapun susunan alat kelamin
tersebut adalah sebagai berikut:
o Organ kelamin jantan terdiri atas:
1. Testis (berjumlah
ratusan, berbentuk bulat selebar di sepanjang sisi kedua tubuh).
2. Vasa eferensia
(merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan bagian pembuluh lainnya
yang lebih besar).
3. Vasa deferensia
(merupakan pembuluh yang berjumlah dua buah yang masing-masing membentang di
setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara ke dalam suatu
kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesicular seminalis
(merupakan kantung yang berfungsi menampung sperma dan menyalurkan sperma ke
penis.
5. Penis, merupakan alat
pentransfer ke tubuh atau kea lat kelamin Planaria yang lain pada waktu
mengadakan kopulasi dalam rangka mengadakan perkawinan silang. Penis ini
bermuara ke dalam ruang genetalis.
6. Ruang genetalis (yang
waktu kopulasi menjulur keluar melalui poros genitalis.
o Organ kelamin betina
terdiri atas :
a) Ovari berjumlah dua
buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
b) Oviduct (saluran
telur) dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran
yang disebut oviduct atau aliran telur. Antara saluran telur kanan dan
kiri saling bersejajar yang saling dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan
kuning telur.
c) Kelenjar kuning telur,
menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur bila telah
diproduksi oleh ovarium.
d) Vagina, merupakan
saluran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari Planaria lain,
dimana spermatozoid yang telah ditransfer selanjutnya akan disimpan dalam
ruangan yang disebut receptaculus seminalis.
e) Uterus (receptaculus
seminalis) merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk
menyimpan spermatozoid hasil transfer dari Planaria lain.
f) Genital atrium (ruang
genitalis) merupakan muara bersama antara kedua buah saluran telur (oviduct)
yang telah disebut di atas. Planaria berkembangbiak dengan cara seksual maupun
aseksual.
6. Regenerasi
Daya generasinya
sangat tinggi, bila hewan ini dipotong-potong maka bagian yang hilang akan
tumbuh kembali dan menjadi individu yang utuh seperti semula.
C. Kelas Trematoda
Boleh dikatakan bahwa hampir semua anggota trematoda ini bersifat parasit terhadap
hewan Vertebrata, baik secara ekto maupun endoparasit. Tubuh tertutup oleh
suatu tegument yang Biasanya licin, tetapi kadang berduri. Hampir semua species
memiliki satu atau lebih batil hisap. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis
maupun silia kecuali fase larvanya. Tubuh berbentuk seperti daun, dan
dilengkapi dengan alat pengisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Daur
hidupnya ada yang secara langsung dan ada pula yang memerlukan dua atau lebih
hospes, salah satu hospesnya ialah siput. Di dalam hospes Vertebrata, cacing
daun dewasa hidup di dalam saluran pencernaan, di dalam saluran-saluran yang
berhubungan dengan saluran pencernaan, di dalam darah, paru-paru, kantung
empedu, kantung kencing, dan oviduk atau di dalam hampir semua organ tubuh. Biasanya
parasit tersebut berada terbatas dalam lumen dalam selaput lendir dan
jaringan-jaringan selaput lendir dan epitel.
Pembuahan sendiri dan pembuahan silang dapat terjadi pada trematoda.
Galur-galur yang mengalami pembuahan sendiri kemungkinan merupakan penyesuaian
diri terhadap lingkungan khusus dimana terdapat sedikit siput, atau dimana
terdapat kesulitan untuk dapat kontak dengan siput misalnya, di dalam air arus
deras.
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
Gambar Fasciola
hepatica (cacing hati)
1.
Struktur Tubuh
Ukuran tubuh antara
8-13mm, bentuknya pipih (seperti daun), susunan tubuhnya tripoblastik.
a. Lapisan ektoderm
(tipis, mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar, dilapisi kutikula
yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dan cairan hospes).
b. Lapisan endoderm
(mengandung sisik chitine dan sel-sel tunggal kelenjar. Ektoderm melapisi
saluran pencernaan).
c. Lapisan mesoderm (merupakan
jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi dan saluran reproduksi).
Di samping itu terdapat jaringan
parenkim yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran
pencernaan. Di dalam jaringan itu terdapat bermacam-macam organ misalnya, alat
reproduksi. Di sekitar mulut terdapat alat hisap (berfungsi sebagai alat
penempel pada hospes). Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot yang tersusun
atas tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan luar
melingkar
b. Lapisan tengah
longitudinal
c. Lapisan dalam
diagonal
2.
Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan sederhana. Saluran pencernaan terdiri atas:
mulut, faring (saluran pendek) esophagus, usus (terdiri dari dua cabang utama
yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh).
Selanjutnya cabang utama itu akan bercabang lagi (cabang tersebut disebut
divertikulum, seperti pada Planaria). Tidak memiliki sistem sirkulasi, maka
bahan makanan diedarkan oleh saluran pencernaan makanan itu sendiri.
3. Sistem Ekskresi
Yang khas pada semua cacing pipih, sistem protonefridial yang terdiri atas
flame cells (flame bulbs) dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi duktus
yang lebih besar bermuara secara bebas keluar tubuh atau bergabung dahulu
menjadi suatu kandung kencing yang bermuara pada atau dekat ujung posterior
cacing. Flame cells atau duktus tidak hanya berfungsi untuk ekskresi, tetapi
juga untuk pengaturan air dan barangkali untuk menjaga agar cairan tubuh selalu
bergerak. Duktus-duktus atau tubulus-tubulus mengandung tonjolan-tonjolan kecil
seperti jari, yang diduga membantu reabsorpsi dengan peningkatan daerah
permukaan internal.
4.
Sistem Syaraf
Sistem syarafnya sama dengan sistem syaraf pada Planaria.
5.
Sistem Reproduksi
Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada tiap-tiap hewan dewasa. Alat
kelamin jantan terdiri atas: (1) sepasang testis sebagai pabrik sperma, (2) dua
pembuluh vasa deferensia sebagai penyalur sperma dari testis, (3) kantung
vesiculum seminalis (4) saluran ejakulasi yang berakhir pada alat kopulasi (5)
penis.
Alat reproduksi betina terdiri atas: (1) saluran tunggal ovarium yang
memproduksi telur, (2) saluran oviduct yang menyalurkan telur ke ovari, (3)
kelenjar pembungkus ovum yang dimana (4) saluran vetelline atau saluran yolk
yang menyalurkan globuli yolk yang berasal dari (5) kelenjar yolk atau kelenjar
vetelin. Setelah kelenjar pembungkus melengkapi kulit chitine, selanjutnya
telur masuk ke dalam (6) pembungkus yang disebut uterus.
Fasciola hepatica bersifat hermaprodit, dari setiap individu dapat menghasilkan
ratusan ribu telur, telur tersebut dikeluarkan ke usus dan keluar bersama-sama
dengan feses. Telur bila sampai pada tempat yang baik (basah) akan menetas
menjadi miracidium. Miracidium ini bergerak dengan silianya ke siput Lymnea dan
masuk ke dalam tubuh siput (miracidium di luar tubuh siput tahan hidup selama 8
jam). Mirasidium keluar dari telur di dalam usus siput. Berhubung siput senang
makan tinja, maka terdapat kesempatan luas untuk tertelannya telur cacing
ke dalam usus siput. Miracidium setelah dua minggu di dalam tubuh siput
akan menjadi sporocyst yang menghasilkan redia-redia yang mempunyai sebuah
batil hisap yang telah berkembang sempurna dan sebuah usus embrionik. Sebagian
besar jaringan internal bersifat germinal, dan di dalam redia akan dihasilkan
cercaria-cercaria . Cercaria yang masak mempunyai dua batil hisap, usus yang
bercabang dan mempunyai alat gerak semacam ekor untuk menempel pada
tumbuhan air/tumbuhan darat dekat dengan tempat berair dalam bentuk
metacercaria (mengkista). Selain itu mereka juga memiliki berbagai macam
sel-sel kelenjar, termasuk sel-sel penembus dan sitogenik. Sel sitogenik
tersebut berperanan di dalam pembentukan dinding sista metacercaria. Seperti
mirasidia, cercaria mungkin juga mempunyai bintik-bintik mata atau fotoreseptor
yang mengandung sel-sel sensoris dan sel-sel berisi pigmen. Metacercaria yang
mengkista dapat termakan oleh ternak dan akan menjadi Fasciola hepatica dewasa
yang menetap di dalam hati.
Tahap perkembangan
larva Fasciola hepatica
D. Kelas Cestoda (Cacing Pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan
epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas
segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat
reproduksi yang hermaphrodit.
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata, Taenia pisiformis, Echinococcus
Granulosus.
Gambar Taenia Solium
1. Struktur Tubuh
Taenia merupakan cacing yang sangat
Panjang yang terdiri atas: sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah
ruas yang sama yang disebut proglottida. Pada kepala terdapat alat hisap dan
jenis Taenia solium mempunyai kait (rostellum). Di belakang scolex terdapat
leher kecil yang selalu tumbuh yang akan menghasilkan proglottida baru yang
mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2
meter. Proglottida yang paling akhir merupakan proglottida yang paling tua yang
selalu melepaskan diri. Dalam proglottida tua terdapat sejumlah telur.
2. Sistem Pencernaan Makanan
Tubuh cacing pita disesuaikan dengan
kehidupan parasit. Tidak mempunyai alat pencernaan makanan, karena langsung
menghisap zat makanan pada hospesnya.
3. Sistem Ekskresi
Saluran ekskresi memanjang dengan
cabang-cabang yang berakhir dengan sel api.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf seperti pada Planaria dan
cacing hati, tapi tidak begitu berkembang baik.
5. Sistem Reproduksi
Proglottida yang masak mengandung alat
reproduksi jantan yaitu: (1) testis yang menghasilkan spermatozoa, (2) vasa
deferensia yang membawa ke (3) lubang genital. Alat reproduksi betina yaitu:
(1) ovari yang menghasilkan sel telur, (2) oviduct yang merupakan penyalur sel telur,
(3) kelenjar yolk (kuning telur yang membungkus sel telur), (4) kelenjar
pembungkus yang membungkus telur dan seterusnya masuk ke (5) uterus. Di dalam
uterus itulah akan terjadi fertilisasi atau pembuahan dengan spermatozoa,
yang mungkin datang dari proglottida yang sama. Setelah itu turun ke vagina.
Proglottida yang telah masak dan tua yang banyak mengandung sel telur yang
telah dibuahi akan lepas dan keluar bersama-sama dengan feses hospes. Telur
yang mengandung embrio yang termakan oleh babi akan tumbuh menjadi larva yang
melobangi dinding usus terus mengikuti aliran darah menetap di daging menjadi
kista, yang selanjutnya menjadi Cysticercus. Bila daging tersebut dimakan masih
mentah, maka Cysticercus menjadi daging dewasa di dalam usus hospes baru.
Siklus hidup Taenia
solium
E. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan,
sebab parasit pada manusia maupun hewan. Umumnya, mereka menyebabkan penyakit
yang dapat merusak organ dalam di tubuh organisme yang ditumpangi, baik pada
hewan, tumbuhan, maupun manusia, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan
untuk makanan ikan. Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita)
sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
·
Tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup
sehat),dan
·
Tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai
matang).
·
Dan sebagainya.
F. Penyakit yang Disebabkan oleh Filum Platyhelminthes
Beberapa spesies
Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Salah satu
di antaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkanskistosomiasis, penyakit parasit
yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Bila cacing tersebut
berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti
kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut
disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh
hingga menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemikdi Indonesia. Contoh
lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksicacing hati pada
manusia dan hewan mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan,
infeksi cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang
menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filum Platyhelminthes berasal dari kata Platy yang berarti pipih dan
helminthes yang berarti cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Tubuh pipih
dorsoventral tidak berbuku-buku, simetris bilateral, serta dapat dibedakan
antara ujung anterior dan posterior. Struktur tubuh Filum Platyhelminthes
adalah semua anggota filum ini berbentuk simetris bilateral dan memiliki bagian
kepala dan terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas
Trematoda, dan Kelas Cestoda. Filum Platyhelminthes Selain menjadi sumber
penyakit, dia juga memiliki peran untuk manusia memiliki peran terhadap manusia
seperti Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain cacing hati
maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia dan hewan.
B. Saran
Bagi kita dan generasi akan datang sudah sepatutnya untuk memelihara
menjaga dan melestarikan kenanekaragaman hewan yang ada di negara kita dan
khususnya di lingkungan kita.
Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan ini bisa
membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang Filum Platyhelminthes.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://aans.mywapblok.com/filum-platyhelminthes.html
·
http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciola_hepatica
·
http://jackapostle.blogspot.com/2011/04/trematoda.html
·
http://ml.scribd.com/doc/50582144/filum-platyhelminthes.html
·
http://species.m.wikimedia.org/wiki/platyhelminthes
·
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/filum-platyhelminthes-pipih.html
·
Kimbal, John. 1983. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta
·
Noble, Elmer & Noble, Glend. 1989. Parasitologi. UGM: Yogyakarta
·
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Ciamis
MAKALAH
BIOLOGI
PLATYHELMINTHES
(
CACING )
![Hasil gambar untuk gambar cacing platyhelminthes](file:///C:/Users/XCY/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image015.jpg)
Disusun Oleh :
Devi Rosnandar
Kiki Wardiani
Firdaus
Kelas X IPA
MARS
IRSYADUL
Tahun
Pelajaran 2017/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar