TAWURAN ANTAR PELAJAR MASALAH DAN
PENYEBABNYA
1. Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa Indonesia
“tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang.
Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran
pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana
perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
a.
Delikuensi situasional, perkelahian terjadi
karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu
biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
b.
Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja
seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan
genk inilah para remaja bebas melakukan
apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada
dilingkup kelompok teman sebayanya.
Faktor- faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, Berikut ini adalah
faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
a. Faktor Internal
Faktor internal ini
terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses
internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan
semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian
biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks.
Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan,
ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin
bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa
dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat
yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga
memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi,
tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya.
Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah
orang-orang sekelilingnya. Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah
menjadi tradisi yang harus dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan,
enggak keren, enggak mengikuti perkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan
lain.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari
luar individu, yaitu :
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah
tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak
terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia
tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga
juga bisa menjadi penyebab kekerasan
yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa
tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik
dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
2. Faktor Sekolah
Menjadi guru lebih mudah ketimbang
menjadi sahabat mereka. Pelajar membutuhkan perasaan diterima dan diakui
sebagai manusia yang berkedudukan setara dengan siapapun juga. Mereka muak
untuk dipaksa memahami tanpa memiliki kesempatan untuk dipahami. Perilaku
mereka adalah sebuah kompensasi atas perasaan teralienasi dalam dunia belajar
mengajar. Satu satu solusi jangka panjang yang mungkin dilakukan adalah merubah
paradigma guru. Guru sebaiknya memahami mereka sebagai remaja yang lahir dari
kultur keluarga, masyarakat dan pribadi yang berbeda. Kultur remaja memiliki
belief dan values sendiri yang tidak bisa ditekan untuk menerima kultur dewasa
yang universal. Menekan mereka hanya akan membentuk bangunan hegemoni kepada
mereka yang terkompensasi dalam perilaku destruktif mereka sebagai sebuah simbol
perlawanan eksistensial demi mendapatkan pengakuan
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah
dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang
tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut
menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola
kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak
adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
HAL YANG MENJADI PEMICU TAWURAN
Fenomena tawuran yang terjadi di Indonesia beberapa pekan terakhir
membuka mata kita kembali akan maraknya kekerasan dalam pergaulan sosial remaja
pelajar Indonesia yang lama sempat tengelam ditengah hiruk pikuk carut marut
pendidikan nasional. Bila dicermati, respon masyarakat awam maupun kalangan
pendidikan terhadap fenomena tawuran selalu saja mengkambinghitamkan
problem-problem sosial di luar sekolah yang mempengaruhi pembentukan perilaku
negatif pelajar. Disinilah letak penyimpangan intepretasi sosial yang terkadang
mewujud kepada penanganan yang selama ini terbukti tidak efektif mengurangi
angka kejadian tawuran pelajar di Indonesia. Seorang Psikolog tersohor, Maslow,
mengkategorikan beberapa motif perilaku kepada bangunan piramida motivasi
manusia. Dalam teori motivasinya, Maslow menyebutkan bahwa salah satu motivasi
tindakan manusia adalah untuk memperoleh pengakuan eksistensial dari sesamanya.
Disinilah titik penting yang sering terlepas dari kesadaran kritis kita dalam
menyoroti fenomena tawuran antar pelajar selama ini.
Pelajar
adalah manusia yang hidup dalam situasi transisi antara dunia anak menuju
dewasa. Disinilah ruang dimana seorang manusia remaja mulai menyadari kebutuhan-kebutuhan
sosialnya untuk diterima sekaligus diakui oleh komunitas masyarakat
disekitarnya. Ruang baru yang mereka huni tersebut terkadang menuntut hadirnya
kultur solidaritas yang dalam beberapa kasus, bukan tidak mungkin, menyimpang
menjadi sebuah sikap fanatisme dan vandalisme.
Banyak sekali alasan yang bisa menjadikan tawuran antar-pelajar
terjadi. Pelajar sering kali tawuran hanya karena masalah sepele, seperti
saling ejek, berpapasan di bus, pentas seni, atau pertandingan sepak bola.
Bahkan, yang baru terjadi awal bulan ini, tawuran dipicu saling ejek di
Facebook, yang kemudian sampai menyebabkan nyawa seorang pelajar melayang.
Padahal, jejaring sosial, kan, hanya untuk having fun, bukan untuk menjadi
pemicu tawuran.
Tak jarang disebabkan oleh hanya saling menatap antar sesama pelajar
yang berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi pemicu
tawuran. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya. Selain alasan-alasan yang
spontan, ada juga tawuran antar-pelajar yang sudah menjadi tradisi.
Dampak karena tawuran pelajar :
a.
Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran
kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu
cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian
b. Masyarakat
sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar yang
tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga
c. Terganggunya
proses belajar mengajar
d. Menurunnya
moralitas para pelajar
e.
Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang
rasa, dan saling menghargai
HAL-HAL YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI TAWURAN PELAJAR
a.
Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
b. Menghadirkan
seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar. Seperti hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman
sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik
c. Memberikan
perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri
d. Memfasilitasi
para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat diwaktu luangnya.
Contohnya : membentuk ikatan remaja
masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan
setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya.
e.
Bahkan antara
tahun 2002 sampai tahun 2005 tauran mulai berkurang karena pada saat itu
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan instruksi kepada seluruh sekolah
khususnya SLTA agar tiap-tiap sekolah siswanya mengikuti kegiatan
kesiswaan dengan system mentoring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar