BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mudharabah
dan Murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Selain itu bank
Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor,
10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
Dan
Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah
adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
B.
Rumusan Masalah
Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi :
A.
Mudharabah
1)
Pengertian Mudharabah
2)
Dasar Hukum Mudharabah
3)
Syarat dan Rukun Mudharabah
4)
Jenis-jenis Mudharabah
5)
Hikmah Mudharabah
6)
Asas-asas Perjanjian Mudharabah
7)
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
B. Murabahah
1)
Pengertian Murabahah
2)
Jenis Murabahah
3)
Rukun dan Syarat Murabahah
4)
Dasar hukum Murabahah
5) Ketentuan umum Murabahah
6)
Aplikasi Murabahah di LKS (Lembaga Keuangan Syariah)
C. Salam
1)
Pengertian Salam
2) Landasan Syariah Salam
3)
Rukun Salam
4) Syarat
Salam
5) Ketentuan
hukum Salam
6) Salam
Pararel
C.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain
sebagai salah satu tugas mata pelajaran Fiqh, penulis berharap dengan makalah
ini dapat menambah keilmuan para pembaca pada umumnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
( ISI )
1.
MUDHARABAH
1) Pengertian Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.[1]
Mudharabah
adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar
dalam berdagang,[2] di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama
fiqh Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik
modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya
(salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh, yaitu
bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri mengatakan, Mudharabah
menurut bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang
lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara
mereka berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan
menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk
bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana
kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi
di antara mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara
terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau qirad dengan :
أَنْ يَدْ فَعٍ اَلْمَا لِكُ
اِلَى الْعَامِلُ مَالًايَتَجَرَ فِيْهِ وَيَكُوْنُ الَّربْحُ مُشْتَرِكًا
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan oleh pemilik modal, sedangkan
keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan
bersama.
Secara
teknis, al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si
pengelola. Namun, apabila kerugian itu disebabkan kecurangan atau kelalaian si
pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
2) Dasar
Hukum Mudharabah
1. Al-Qur’an
Akad
Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu
antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak
diantara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan
uangnya, sementara itu banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak
memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan
modal tersebut, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara
pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola dan
memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa
jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh generasi
berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan hajat
bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah antara keduanya yang
mengandung sifat tolong menolong, karena orang yang mempunyai modal tetapi
tidak pandai berdagang, atau tidak berkesempatan, sedangkan yang lain pandai
dan cakap lagi mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka
keduanya bisa saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad
benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam)
berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad
saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah
(jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman
kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran
Allah), maka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si
peminjam dan kamu tidak pula dianiayanya”.
(QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat
Al-Qur’an lain yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang
lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari
QS. al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata
Mudharabah yang berarti melakuakn suatu perjalanan usaha.
“Tidak ada
dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari
Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]
2. Hadis
Sebelum Rasulullah
diangkat menjadi Rasul, Rasulullah pernah melakukan Mudharabah dengan
Khadijah, dengan modal dari Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal
tersebut untuk diperdagangkan.
قَالَ
رَسُوُّلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ
الْبَيْعُ إِلىَ اَجَلٍ وَاْلمقَارَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبُرِّ بِاالشَّعِيْرِ
لِلْبَيْتِ لاَلِلْبَيْعِ
Rasulullah saw bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil)
dan mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual.”
كَانَ
سَيِّدِنَا الْعَبَّاسُ بْنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ اِذَا دَفَعَ الْمَالَ
مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ اَنْ لَا يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلَا
يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلَا يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ
فَإِ نْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ فَبَلَغَ شَرْتُهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَا‘لِهِ وَ سَلَّم فَأَ جَازُهُ
“Abbas bin
Abdul Muthallib jika
menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan
ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau
membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).[4]
3. Ijma’
Ibnu Syihab
pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari kakeknya:
“Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara
Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia
mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal.
”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari
bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi
didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal itu
merupakan ijma’ mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.
3)
Syarat dan Rukun Mudharabah
Syarat yang
harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:[5]
1. Harta atau Modal
·
Modal harus
dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka
barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar
(atau sejenisnya).
·
Modal harus
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
·
Modal harus
diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
·
Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus
jelas prosentasinya.
·
Kesepakatan
rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
·
Pembagian
keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau
sebagian modal kepada shahib al-mal.
Menurut
madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak
yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima)
dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika
pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan
menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
a) Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal
dan pengelola dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan
sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga
harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
b) Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan
terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan
dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
c) Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari
pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan
mengelola modal dari pemilik modal (qabul)[6].
4) Jenis-Jenis Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:[7]
1.
Mudharabah Mutlaqah (URIA)
Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahib al-mal(penyedia
dana) dengan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana
melimpahkan kekuasaan yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola
dananya. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke
bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan.
Penerapan umum dalam produk ini adalah:
1. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana
mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian
keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila
telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
2. Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan
buku tabungan. Sebagai bukti penyimpanan serta kartu ATM dan atau alat
penarikan lainnya kepada penabung.
3. Tabungan Mudharabah
dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjajian yang
disepakati namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
4. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Mudharabah Muqayyadah On
Balance Sheet
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah yang disertai pembatasan penggunaan dana dari
shahib al-mal untuk investasi-investasi tertentu. Contoh pengelolaan dana dapat
diperintahkan untuk:
1.
Tidak
mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
2.
Tidak
menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa pinjaman,
tanpa jaminan; atau
3.
Mengharuskan
pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
Jenis
Mudharabah ini merupakan simpanan khusus
di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus diikuti oleh bank, wajib membuat akad yang mengatur
persyaratn penyaluran dana simpanan khusus.
b) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana
mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian
keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila
telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan
bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
3.
Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Jenis
Mudharabah ini merupakan penyaluran dana Mudharabah langsung kepada pelaksanaan
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis
(pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan
khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
b) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara
langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
c) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi
hasil.
Dalam
lembaga keuangan akad tersebut diterapkan untuk proyek yang dibiayai langsung
oleh dana nasabah, sedangkan lembaga keuangan hanya bertindak sebagai wakil
yang mengadministrasikan proyek itu.
5)
Hikmah Mudharabah
Sebagian
orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya.
Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai
kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah
ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik
harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal),
sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan
demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak
menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.
Adapun
hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran
dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling
menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan
orang yang pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang
kaya tersebut.[8]
6) Asas-Asas Perjanjian
Mudharabah
Asas-asas
dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1) Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal
maupun informal, secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan
al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar
perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2) Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan
diantara shahib al-mal dan beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara
beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.
3) Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah
menyerahkan modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan,
maka perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.
4) Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap
bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
5) Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib
menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6) Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana
investasi kepada shahib al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7) Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi
mudharib.
8) Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas
pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9) Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari
laba kepada mudharib dengan nisbah (prosentase).
10) Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan
dari usaha tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada
saat berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya
salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena salah satu
pihak memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri
perjanjian Mudharabahitu.[9]
7)
Sebab-Sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
a)
Tidak
terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan
upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin
pemilik modal dan mudharib melakukan
suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.Semua laba yang dihasilkan dari
usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka
pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini
berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
b) Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola
berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
c)
Pengelola
meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal. Jika pemilik modal yang
wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris
pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya
sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya
dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah
yang sudah disepakati.
Jika
Mudharabah telah batal, sedangkan modal
berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual
atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si
pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka
pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam
keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya.
Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.[10]
2.
MURABAHAH
1) Pengertian Murabahah
Apa itu
Murabahah? Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun
kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual
harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Penjualan dapat dilakukan secara tunai
atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan harga
perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad , kalau terjadi
kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma
lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana
kebajikan . Uang muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai
pengurang piutang.[11]
2) Jenis Murabahah
2.1.Murabahah
Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)
Murabahah
ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus
dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi
pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan
barang tersebut .
2.2.Murabahah
Tanpa Pesanan
Murabahah
ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini
dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang
dilakukan sendiri oleh penjual.[12]
3) Rukun dan Syarat Murabahah
1. Pengertian Rukun Murabahah
Rukun adalah suatu elemen yang
tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak
ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau
lembaga tersebut tidak eksis.[13]
Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun
dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(Ba'I'),orang yang
membeli(Musytari),Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.[14]
2. Syarat Murabahah
1. Pihak yang berakad,yaitu Ba'i' dan
Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan mereka saling meridhai
(rela)
2. Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah
harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga
tidak termasuk dalam kategori barang haram.
3. Harga dan keuntungan harus disebutkan
begitu pula system pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad
resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.[15]
4) Dasar hukum Murabahah
Dalam
islam,perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai
moral,sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan
tidaklah bersifat islami.[16]
· Al-Qur'an[17]
"Hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka rela diantaramu. . . . ." (QS.4:29)
"Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.2:275)
· Al-Hadist
Dari Abu
Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli
itu harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi
menurut Ibnu Hibban)
5) Ketentuan Umum Murabahah
1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas
barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai
besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan
dalam jual beli..
3. ada informasi yang jelas tentang hubungan
baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah
satu syarat sah murabahah
4. dalam system murabahah, penjual boleh
menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak
pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5. transaksi pertama (anatara penjual dan
pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara
murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli
murabahah.[18]
6) Aplikasi Murabahah di LKS (Lembaga
Keuangan Syariah)
1. pengertian dan makna
Dalam daftar
istilah himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.
Murabahah
merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi
pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam islam,
jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang
diridhai oleh Allah SWT. "Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba" (QS. Al-baqarah :275).[19]
2. Rukun dan syarat
Rukun murabahah
dalam perbankan adalah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan dalam pratek
perbankannya.
Mengenai syarat yang diminta oleh bank adalah
sesuai dengan kebijakan bank syariah yang bersangkutan.umumnya persyaratan
tersebut menyangkut tentang barang yang diperjual belikan, harga dan ijab qobul
(akad). Rasulallah SAW. Bersabda: "kaum muslimin boleh melangsungkan
sesuatu berdasarkan ketentuan yang mereka tetapkan". (HR. Abu daud &
Hakim)
3. Harga dan Keuntungan
1. Bank menjual harga barang sesuai harga
pokok yang dibeli dari pemasok ditambah dengan keuntungannya yang disepakati
bersama .
2. Selama akad belum berakhir, maka harga
jual beli tidak boleh berubah.
3. System pembayaran dan jangka waktunya
yang disepakati bersama. [20]
Pengertian
Salam
Salam adalah
transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena
itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi
ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga,
dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam
praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank
dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai
biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal
bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi
ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian
komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau
secara cicilan.
Landasan
Syariah Salam
Al-Qur'an
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Al-Baqarah 2: 282).
Al-Hadits
Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah dimana penduduknya
melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan
tiga tahun. Beliau berkata, "Barangsiapa yang melakukan salaf (salam),
hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,
untuk jangka waktu yang diketahui."
Operasional
Salam
Contoh :
petani tembakau ingin menjual hasil panennya 2 bulan mendatang kepada pedagang.
Dalam hal ini katakan pedagang belum memiliki uang. Maka kedua pihak tersebut
dapat pergi ke Bank Syariah dan mengajukan pembiayaan salam. Bank Syariah akan
memberikan uang tunai kepada petani tembakau dan pedagang tersebut memiliki
utang kepada Bank Syariah dan sesuai dengan kesepakatan akan dicicil dan
dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Bank akan menambahkan sejumlah persentase
keuntungan yang disepakati.
Rukun salam:
Muslam atau pembeli
Muslam ilaih atau penjual
Ra’sul mal atau modal/uang
Muslam fiihi atau barang
Sighat atau ucapan/akad
Syarat
salam:
Modal
1) Modal
harus diketahui
Barang harus diketahui jenis, kualitas, dan
jumlahnya.
Hukum awal mengenai pembayaran harus dalam
bentuk uang tunai.
2)
Penerimaan pembayaran salam
Pembayaran salam dilakukan di tempat
kontrak (kebanyakan ulama).
Pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk
pembebasan utang yang harus dibayar dari muslam ilaih (penjual).
Ketentuan
umum salam:
Pembelian hasil produksi harus diketahui
spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas "A" dengan
harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
Apabila hasil produksi yang diterima cacat
atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab
dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau
mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
Mengingat bank tidak menjadikan barang yang
dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi
bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti
bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan
paralel salam.
Salam
pararel
Karena yang
dibeli oleh Bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai, dan Bank tidak
berniat untuk menjadikannya sebagai inventory, dilakukanlah akad salam kepada
pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah
yang dikenal sebagai Salam Paralel
Dibolehkan
melakukan salam paralel dengan syarat:
Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan
Akad kedua dilakukan setelah akad pertama
sah.
Fatwa DSN
tentang Salam
Fatwa 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli
Salam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mudharabah
Mudharabah
adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
(shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Ayat
Al-Qur’an yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang
lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
Menurut
jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik
modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang
diakadkan
3. Sighat (ijab-qabul)
Mudharabah
dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet
3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya
Mudharabah
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik
modalnya
2. Murabahah
Akad
seluruhnya halal asalkan memenuhi hukum dan ketentuan syaria'ah.untuk biaya
yang terkait dengan aset Murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan
itu adalah biaya langsung-menurut Jumhur Ulama-atau biaya tidak langsung yang
memberi nilai tambah pada asset murabahah[21].
DAFTAR
PUSTAKA
Rasjid,
sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru
algesindo, 2011.
[6] Rasjid,
sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru
algesindo, 2011. Hal. 299
[11] Sri
Nurhayati Wasilah.Akuntansi Syari'ah di Indonesia hal 176
[12]
Wiroso,SE,MBA ,Jual Beli Murabahah hal 37-38
[13] Yayasan
Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS hal 42
[14]
Wiroso,SE,MBA Jual Beli Murabahah hal 16
[15] Yayasan
Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS hal 42
[16] Yayasan
Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS 40
[17] Sri
Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syari'ah di Indonesia hal 164
[18]
Ah.Azharudin Latifh MAg.Fiqih Muamalat hal 119-120
[19]
Wiroso,SE,MBA Jual Beli Murabahah hal 14
[20] Yayasan
Pendidikan Pengembangan dan Perbankan di
LKS hal 43-44
[22] Sri Nurhayati Wasilah Akuntansi Syari'ah
di Indonesia hal 176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar